5+ Cerita Islami Singkat Bermakna Motivasi untuk Anak

Cerita Islam menyentuh hati yang akan saya bagikan ini tentang seorang anak yang selalu mengeluh dari apa yang diberikan orangtuanya. Makanan yang diberikan ayahnya selalu ia katakan kurang. Uang jajan yang diberikan ibunya juga selalu ia bandingkan dengan uang jajan temannya yang lebih banyak.

Kumpulan Cerita Islami Bermakna

Kedua orangtuanya selalu mencoba bersabar menghadapi perilaku anak mereka yang masih duduk di bangku SMP itu. Hingga akhirnya ada sebuah perkataan yang keluar dari mulut ayahnya yang membuat sikap anak tersebut berubah 180 derajat. Berikut ini cerita lengkapnya yang bisa kita ambil hikmahnya.

Profil Keluarga Sederhana

Budi, seorang murid kelas 2 SMP yang rajin dan pintar. Ia merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Orangtuanya bernama Pak Hasan dan Bu Kokom. Hidup di lingkungan keluarga sederhana dengan pekerjaan kedua orangtua sebagai buruh tani. Di sekolah, Budi dikenal sebagai anak yang pintar dan aktif dalam belajar.

Nilai raportnya selalu diatas rata-rata. Bahkan Budi selalu masuk 3 besar sejak sekolah dasar. Sifat Budi yang baik di mata gurunya, ternyata tidak sesuai dengan sifatnya ketika di rumah. Meskipun Budi dibesarkan dengan kesederhanaan, ia selalu menuntut lebih kepada orangtuanya yang hanya seorang buruh tani.

Pak Hasan dan Bu Kokom yang hanya buruh tani hanya mampu memberikan kesederhanaan untuk anak mereka Budi, Rahma, dan Sinta. Rahma merupakan murid kelas 6 SD, sedangkan Sinta masih duduk di kelas 3 SD.

Keduanya selalu mengerti keadaan keluarga dan cenderung memiliki sifat qonaah. Namun sifat itu tidak dimiliki sang kakak yang cenderung memiliki sifat kufur nikmat atas apa yang orangtua mereka berikan.

Uang Jajan yang Dianggap Kurang

Pak Hasan dan Bu Kokom yang bekerja sebagai buruh tani mempunyai pendapatan maksimal Rp 50.000/hari. Itupun jika ada pekerjaan yang bisa digarap di sawah. Dengan upah yang bisa dibilang pas-pasan, mereka harus mengatur pengeluaran untuk menghidupi 3 anak mereka.

Setiap hari, Budi selalu diberi uang jajan Rp 5.000. Ia selalu mengeluh dengan apa yang diberikan orangtuanya. Ia beralasan jarak sekolah yang jauh dan uangnya selalu kurang untuk kebutuhan jajan. Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa teman-temannya mendapat uang jajan yang lebih dari apa yang ia dapatkan.

Sifat Budi yang tidak mensyukuri apa yang telah diberikan orangtuanya ini tidak diketahui oleh orang lain kecuali orangtua dan adiknya.

Sifatnya di luar rumah yang baik sangat berbeda jauh dari sifat yang ia tunjukkan kepada orangtuanya. Bahkan terkadang Budi berani membantah perintah orangtua dengan alasan yang sepele.

Membantah Perintah Orangtua

Sebagai seorang anak, diperintah orangtua adalah hal biasa dan menjadi kewajiban untuk melakukannya. Seperti orangtua pada umumnya, terkadang Pak Hasan atau Bu Kokom meminta Budi untuk melakukan atau membeli sesuatu. Namun sering kali Budi membantah perintah tersebut dan menyuruh Rahma atau Sinta yang mengerjakan.

Budi baru mau melakukan perintah orangtuanya hanya jika ada upah. meskipun mempunyai anak yang tidak taat pada perintah orangtua, Pak Hasan dan Bu Kokom mencoba untuk bersabar. Hal itu mereka lakukan dengan harapan suatu hari sifat Budi dapat berubah. Dengan melakukan pendidikan yang baik dan selalu memanjatkan doá kepada penguasa alam semesta.

Sifat Budi di Sekolah

Budi adalah seorang anak yang pintar. Ia sering kali mewakili sekolahnya untuk mengikuti perlombaan di berbagai bidang, terutama pendidikan. Meskipun menjadi murid yang pintar di sekolah, ia tidak pernah memberikan piala kemenangan untuk sekolahnya.

Setiap kali mewakili sekolah, status akhir yang ia dapat hanyalah seorang peserta. Hal ini mungkin karena ia memiliki sifat yang kurang baik kepada orangtua.

Logikanya, keridoan Alloh SWT ada pada keridoan kedua orangtua. Orangtua Budi memang tidak pernah membentak atau memarahi Budi. Tapi sifatnya yang selalu menganggap remeh pemberian orangtua bisa membuat hati Pak Hasan dan Bu Kokom sedikit kecewa pada anaknya.

Budi juga merupakan anak yang mudah bergaul dan aktif dalam memberikan pertanyaan ketika belajar. Sifat itu membuatnya disukai teman dan guru di sekolah.

Sifat yang berbeda dengan yang ia tunjukkan di depan orangtuanya di rumah. Teman dan gurunya bahkan tidak tahu bahwa Budi mempunyai sifat yang kurang baik di rumah.

Ramah Saat Bermain di Luar Rumah

Sifat yang baik juga selalu Budi terapkan dengan teman bermainnya di sekitar rumah. Namun itu hanya sebuah topeng dari sifat yang ia tunjukkan kepada orangtuanya. Budi yang mudah bergaul dan pintar membuat ia mempunyai banyak tema. Faktor ekonomi yang ia anggap kurang membuatnya memiliki sifat yang kurang baik terhadap orangtua.

Temannya yang memiliki latar belakang ekonomi yang lebih baik membuatnya iri dan melampiaskan emosi di rumah. Padahal ketika bermain, ia tidak sedikit memperlihatkan sifat yang tidak baik. Sifat tersebut membuat temannya tidak tahu sifat Budi yang sebenarnya ketika di rumah.

Tidak Pernah Membantu Pekerjaan Orangtua

Sudah menjadi hal yang biasa di desa, seorang ayah meminta anaknya membantu pekerjaan di sawah. Hal itu bertujuan untuk melatih sifat tanggung jawab.

Selain itu, hal ini untuk membangun hubungan yang lebih bain antara anak dan orangtua. Pada prakteknya, orangtua yang ingin anaknya membantu pekerjaan bukan untuk meringankan beban orangtua sepenuhnya. Orangtua hanya ingin mempunyai waktu khusus untuk lebih dekat dengan anaknya.

Rasa bahagia ketika bekerja ditemani anak tercinta tidak pernah dirasakan oleh Pak Hasan dan Bu Kokom. Pada hari libur, mereka selalu mengajak Budi ke sawah membantu pekerjaan.

Wajah yang cemberut dengan nada malas selalu menjadi jawaban Budi untuk menolak ajakan orangtuanya. Pak Hasan dan Bu Kokom hanya bisa pasrah dan terus mengajak Budi setiap minggu. Mereka selalu menyembunyikan kekecewaan dengan penuh pengharapan.

Pak Hasan di PHK Musim Kemarau

Pada saat musim kemarau, sawah petani yang biasanya menghasilkan padi tidak lagi menjadi sumber penghasilan petani. Pak Hasan dan Bu Kokom yang berprofesi sebagai seorang petani harus memutar otak untuk menghidupi keluarga mereka.

Pekerjaan Pak Hasan mulai tidak menentu, ia menjadi seorang serabutan yang tidak bekerja setiap hari. mata pencaharian utamanya kini tidak bisa di andalkan lagi.

Salah satu cara yang pak Budi lakukan untuk mengatasi pengeluaran di masa sulit yaitu dengan membeli mi instan setiap hari. Mi instan yang harganya murah menjadi lauk sehari-hari dari pagi hingga malam hari. Hal ini dijalani karena harga beras yang tinggi di musim kemarau.

Awal Perubahan Sifat Budi

Bosan memakan mi instan setiap hari, sifat Budi yang sebenarnya semakin menjadi. Ia selalu menghina makanan yang disajikan, meskipun ia selalu memakannya.

Pada satu sore sepulang sekolah, Budi pulang ke rumah dan mendapati keluarganya sudah siap menyantap nasi dengan lauk mi goreng. Keluarganya sengaja menunggu Budi pulang karena ingin bisa makan bersama.

Setelah mengucap salam dan melihat apa yang disajikan di nampan Budi berkata “Pak, aku gak mau makan kalo lauknya mi terus. Mi itu mengandung banyak bahan kimia.

Terlalu sering makan mi itu bisa bikin kita kena penyakit”. Seisi ruangan terdiam sesaat, Ibunya kemudian menjawab dengan nada lemah lembut seorang Ibu “nak, kalo Ibu sama Bapak punya rejeki lebih, nanti kami belikan apa yang kamu mau”.

“Denger ya Bud!” suara lantang Pak Hasan keluar membuat seisi rumah terdiam. itulah kali pertama Budi mendengar bapaknya marah. Dengan nada yang diturunkan, Pak Hasan melanjutkan “Kamu tau, yang lebih bahaya dari bahan kimia yang ada di mi instan, tau?”. Budi hanya diam dan merubah posisi duduknya sambil tertunduk.

“Kufur nikmat itu lebih bahaya dari zat kimia apapun yang ada di mi instan atau makanan lain. Kalau kamu makan mi instan dengan rasa syukur atas pemberian Alloh SWT, insya Alloh tidak akan ada efek apapun yang kamu alami.

Bahkan kalau kamu sakit gara-gara makan mi instan terlalu sering, tapi kamu tidak menyalahkan Alloh atas apa yang terjadi, kamu akan tetap dipandang hamba yang baik sama Alloh”.”Pak Budi diam sebentar untuk mengambil nafas.

“Tapi kalau kamu makan mi instan karena terpaksa, bahkan tidak mau makan apa yang susah payah orangtuamu dapatkan. Itu namanya kufur nikmat, Bud. Kufur nikmat itu gak bisa dibandingkan sama bahan kimia yang ada di mi instan.

Kufur nikmat bisa bikin manusia sengsara dunia akhirat, Bud”. Lanjut pak Hasan. “Udah, ayo makan”, ajak Bu Kokom. Budi yang masih duduk di depan pintu menyalami kedua orangtuanya dengan wajah tertunduk sebagai ucapan maaf.

Perubahan Sifat Budi

Setelah kejadian tersebut, sifat Budi kepada orangtuanya berubah 180 derajat. Kini ia lebih patuh dan bersyukur atas apa yang diberikan orangtuanya. Kini ia juga lebih akrab dengan kedua adiknya. Bahkan, Budi mulai belajar membantu pekerjaan orangtuanya. Ia bersyukur mendapat hidayah melalui perkataan bapaknya.

Pak Hasan dan Bu Kokom juga bersyukur atas perubahan yang terjadi pada Budi. Kini mereka hidup dalam keharmonisan meski tetap dalam kesederhanaan. Perubahan sifat ini mungkin tidak banyak dirasakan oleh teman dan guru Budi. Akan tetapi, hal itu membawa banyak hal positif bagi keharmonisan keluarganya.

Begitulah kisah Budi. Seorang anak yang kini menjadi kebanggaan bagi teman, sekolah, dan keluarga. Cerita ini saya tulis berdasarkan kisah nyata seorang teman di kampung halaman. Nama tokoh disamarkan, dan dialog terakhir sedikit dilakukan perubahan. Silahkan berbagi pendapat tentang kisah nyata ini di kolom komentar.

Cerita Islami Singkat